By : Putriara Tresa Fitria
Di pagi hari yang cerah, aku
berjalan-jalan di komplek perumahanku. Oh iya perkenalkan namaku Jessica Olivia
Stamford aku bersekolah di London internasional school, aku biasa
dipanggil Sica aku anak yatim, ayahku meninggal karena kecelakaan pesawat (kata
bundaku sih gitu..) entah kenapa aku pun tidak diberi tahu apa pekerjaan
ayahku, bundaku merahasiakannya.ternyata ada SMS dari bundaku. “Sica..kamu
dimana, bunda akan pergi sebentar menandatangani proyek baru bunda, sarapannya
ada di atas meja makan ya…” tulisan SMS bunda yang tertera. “ah..ditinggal
lagi, ditinggal lagi…huuh…” ujar Sica geram. Sica pun segera menuju rumah.
Di
rumah….
Aroma roti keju panggang mengikat indra
penciumku dengan pekat. “wah..enak…” gumamku. aku pun langsung memakan sarapan
yang telah diabuatkan bundanya.
handphoneku pun berbunyi , yang ternyata telepon dari Fany temanya “halo
Fany, tumben nelpon aku” ujarku memulai sapaan duluan, “ya..maaf
kalau ganggu, eh Sica aku mau kerumahmu boleh gak” Tanya Fany. “boleh
dong…” jawabku “ok aku kerumahmu ya” ujar Fany. “Ting..Tong”
bunyi bel rumahku yang berbunyi itu memekakan telingaku “ihhh…dasar” omelku
geram “kreek” “hai Fany tumben kesini” tanyaku “lho bukanya tadi aku
menelponmu, aku kan dah ijin kamu Sica” Tanya Fany marah “eh..iya aku lupa maaf
ya” kataku memintamaaf “eh pintu apa itu….lucu kecil gitoooo…” Tanya Fany “gak
tau tuh, mama aku melarang aku untuk membuka atau pun memasuki ruangan itu” jelasku “ayolah Sica.. masuk kesana yuk” ajak Fany
dengn penasaran “ehmm….gimana ya… yaudah deh..” jawabku mengalah “kreek…” pintu
misterius itu pun terbuka “eh gak ada apa-apa, kok gak boleh dibuka” tanya Fany
pelan “entahlah” jawabku.
Selangkah demi selangkah aku berjalan “huuuaaaa….”
Teriakku dan Fany bersama. Tiba-tiba
lantai yang aku dan Fany injak roboh begitu saja “slruupp”angin kencang
berhembus “terlihat pianist yang sedang memainkan piano, pianis itu sudah
terlihat seperti 30 tahun. “ayah…bukankah itu ayah…?” gumamku dalam
hati. “Sic, bukankah itu ayahmu” tanya Fany “ya, itu memang ayahku” jawabku “jadi,
ayah itu sebenarnya seorang pianist, tetapi mengapa bunda tidak mau memberi
tahuku” gumamku dalam hati. “terlihat ayah mengambil sesuatu dari tasnya. “ayah
akan mengambil apa ya ?” tanyaku dalam hati.
Terlihat ayahku sedang mengambil sebuah pisau. Dan
menusukannya keperutnya. “ayah…!!!!” teriakku. “inalillahi…kenapa begitu ?”
tanya Fany “ayah..hiks..hiks..” tangisku dalam peluk fany “slurrpp” angin pun
berhembus lagi, “aku kembali di tempat semula” aku yang masih menangis di peluk
Fany masih merasakan hal yang tak terduga di pikiranku. “Sica…dimana kamu”
suara khas dari bunda yang memanggilku. Aku dan Fany pun keluar dari ruangan
itu. Bunda yang terbelagak kaget melihatku keluar dengan wajah sembap itu ikut
menangis “kenapa bunda tak pernah mengatakan padaku ? aku bukan anak kecil lagi
bun.. kenapa bunda membohongiku ?” tanyaku sambil menangis.
“Sica..bunda
tidak ingin kamu sedih..bunda hanya ingin kamu hidup tenang” jelas bunda sambil
menangis “bun..aku tahu bunda tidak akan membiarkanku menangis..tetapi aku
hanya ingin mengetahui, bagaimana ayah meninggal? Apa pekerjaan ayah?” jelasku
“Sica..bunda minta maaf atas semua kesalahan bunda..” tutur bunda meminta maaf.
“hiks..hiks” aku pun berlari ke kamarku, ku tutup pintuku rapat-rapat “Sica
bunda minta maaf soal ini semua” kata bunda sambil mengetuk pintu kamarku.
Aku pun membuka pintu kamarku “ya bun.. tak
masalah bagiku.. aku hanya ingin bunda tidak berbohong lagi” tuturku “Sica
bunda janji tak akan membohongimu lagi, apapun alasanya” ujar bunda berjanji.
Aku dan bunda pun berpelukan. Fany yang melihat kejadian itu pun ikut merasakan
rasanya kehilangan ayah “Sica bunda ingin kamu tau, sebenarnya ayahmu yang
mencoba bunuh diri itu disebabkan oleh nenekmu yang meninggal dulu. Ayah merasa
terpukul dengan kepergian nenekmu” jelas bunda “bunda… aku ingin kita menjenguk
makam ayah” pintaku “baiklah ayo kita berangkat”
Di makam….
Di pusara ku duduk
termenung melihat pusara ayah ku “yah aku ingin ayah tahu. Aku sayang ayah”
ujarku pelan. Angin yang berhembus menemaniku menjenguk ayahku. Ku letakan
bunga yang tadi kubawa “selamat tinggal ayah” gumamku dalam hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar